BERLEBIHAN DALAM
BERGAUL
Berlebihan dalam
bergaul merupakan penyakit kronis yang mengundang semua kejelekan. Betapa banyak
pergaulan melenyapkan nikmat. Betapa banyak ia menyemai permusuhan. Betapa banyak
ia menyemai dendam kesumat di dalam hati yang meruntuhkan kokohnya gunung. Namun,
ia sendiri (pergaulan yang berlebihan) tak bisa hilang dari hati.
Berlebihan dalam
pergaulan mengakibatkan kerugian di dunia dan akhirat, hati dipenuhi asap nafas-nafas
anak adam hingga menjadi hitam. Serta hati bercerai-berai, sedih, duka, lemah,
dan menanggung beban yang tak sanggup ia pikul dari teman-temannya yang buruk. Selain
itu, hal tersebut juga menyia-nyiakan kemaslahatan, melalaikannya dan semua
persoalannya. Pikirannya terbagi dalam lembah tuntutan dan keinginan mereka. Lantas
apa yang tersisa untuk Allah dan negeri Akhirat?
Inilah akibatnya,
alangkah banyak cobaan yang ditempakan akibat pergaulan yang berlebihan. Anugrahnya
tersendat, keteguhannya diuraikan, dan cobaan ditempakan. Bukankah kebinasaan
manusia disebabkan oleh manusia (temannya)? Bukankah paman Nabi Shalallah alaihiwassalam,
Abu Thalib, menjelang kematiannya celaka dikarenakan teman jahatnya? Mereka terus berusaha mempengaruhi sampai
akhirnya bisa mencegah Abu Thalib mengucapkan satu kalimat yang bisa membuatnya
bahagia selamanya.
Pergaulan yang
berlandaskan kasih sayang dan cinta pada kehidupan dunia dan perilaku saling
menjegal antara satu dan yang lain, keberadaannya akan berubah menjadi
permusuhan bila hakekatnya tersingkap. Lalu orang yang bergaul ini menggigit kedua
tangannya karena menyesal. Sebagai mana firman Allah Aza Wajala :
“Dan
(ingatlah) hari( ketika itu) orang-orang zalim menggigit kedua tangannya,
seraya berkata,’aduhai kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.’ Kecelakaan
besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman
akrab(ku). Sesungguhnya ia telah menyesatkan aku dari Al-Quran ketika Al-Quran
itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”
(Al-Furqan : 27-29).
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagainya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf : 67).
“Dan berkata
Ibrahim,’Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah
untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia
ini kemudian di hari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan
sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain) dan tempat kembalimu ialah neraka,
dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.” (Al-Ankabut: 25).
Demikianlah keadaan
orang-orang yang bersekutu untuk meraih sautu tujuan mereka saling menyayangi
ketika masih berusaha bersama-sama mewujudkan tujuan tersebut. Bila tujuan tadi
gagal diraih, akibatnya ialah penyesalan , kesedihan dan perasaan sakit. Kasih sayang
yang dulu terjalin erat berubah menjadi kebencian, laknat, dan celaan sebagian
terhadap sebagian yang lain tatkala tujuan tadi berubah menjadi kesedihan.
Ini sebagaimana
keadaannya orang-orang yang besekongkol dalam perbuatan jahat di dunia jika
mereka tertangkap dan dihukum. Mereka saling tolong menolong dan mengasihi
dalam kebatilan, kasih mereka berubah menjadi kebencian dan permusuhan.
Kaidah yang
bermanfaat dalam masalah pergaulan ialah hendaknya manusia bergaul dalam
kebaikan. Seperti dalam shalat jumat, shalat berjamaah, hari raya, haji,
mempelajari ilmu dan nasehat.
Selain itu,
jauhilah mereka dalam hal kejelekan dan berlebih-lebihan dalam perkara mubah. Kalau
terpaksa mempergauli mereka dalam kejelekan, sementara tidak mungkin untuk
menghindar, maka berhati-hatilah, jangan sampai sepakat dengan mereka. Bersabarlah
bila disakiti. Sebab ia pasti akan menyakiti jika anda tak memiliki kekuatan
dan penolong.
Namun, sakit
tersebut akan membuahkan kemuliaan dan cinta. Selain itu, hal tersebut akan
membuahkan penghormatan dan pujian dari mereka, orang-orang mukmin dan Rabb
semesta alam. Apabila dalam kejelekan, maka hal tersebut akan membuahkan
kebencian, murka serta cacian dari mereka, orang-orang mukmin, dan Rabb semesta
alam.
Sabar terhadap
siksaan mereka lebih baik akibatnya dan lebih dan lebih terpuji tempat
kembalinya. Bila terpaksa mempergauli mereka dalam perbuatan mubah yang
berlebihan (jika memungkinkan) berusahalah mengubah majelis mereka menjadi
majelis untuk menaati Allah. Hendaknya pula memotivasi dirinya sendiri,
menguatkan hati dan jangan beralih pada jalan setan yang menghalanginya
melakukan itu, yaitu munculnya perasaan dalam hati bahwa yang anda lakukan riya’,
pamer ilmu, dan status dan lain sebagainya. Karena itu, mintalah pertolongan
Allah dan warnailah mereka dengan kebaikan semampu anda. Namun , apabila tidak
mampu tariklah hati anda dari mereka seperti menarik sehelai rambut dari adonan
roti.
Jadilah ditengah-tengah
mereka seperti orang yang hadir tapi tak ada, dekat tapi jauh, tidur tapi
terjaga, melihat mereka tapi tak memandangnya, mendengar perkataan mereka tapi
tak mendengarkannya. Sebab orang tersebut telah menarik hatinya dari mereka
menuju Allah, bertasbih disekitar Arsy bersama ruh-ruh yang luhur lagi suci. Alangkah
sulitnya hal ini bagi jiwa, tapi sungguh mudah bagi orang yang dimudahkan Allah.
Syaratnya, ia
membenarkan Allah Aza Wajala, senantiasa berlidung kepada-Nya, dan menyimpuhkan
diri dihadapanNya sembari merendah. Semua ini akan terbantu dengan cinta yang
tulus, melanggengkan zikir dengan hati dan lisan, serta menjauhi
perkara-perkara yang rusak.
Terkhir ia harus bergaul sesuai
kebutuhan. Selain itu ketika bergaul hendaklah ia memilah manusia menjadi empat
macam. Bila salah satunya bercampur dengan yang lain sementara ia tidak bisa
membedakannya, maka keburukan akan menimpa. Keempat macam manusia tersebut
ialah :
Pertama, orang yang dipergauli sebagaimana makanan yang dibutuhkan
setiap hari. Bila kebutuhan telah tercukupi, ia tinggalkan pergaulan tersebut. Namun
bila membutuhkan lagi, ia kembali mepergaulinya, begitu seterusnya. Janis pergaulan
ini lebih mulia dari pada sulfat merah. Mereka ialah para ulama yang mengetahui
Allah, perintah-Nya, serta tipu daya musuh-Nya, dan penyakit-penyakit hati
berikut obatnya. Mereka ialah orang-orang yang memberi nasehat bagi Allah,
kitab-Nya dan semua makhluk-Nya. Banyak keuntungan yang didapatkan dari
pergaulan dalam semacam ini.
Kedua, orang yang dipergauli sebagaimana obat yang dibutuhkan
ketika sakit. Setelah sehat, anda tidak perlu lagi meminumnya. Mereka ialah
orang-orang yang perlu dipergauli demi kemaslahatan hidup dan memenuhi apa yang
anda perlukan. Misalnya ragam jenis interaksi, persekutuan, konsultasi,
berobat, dan sebagainya. Jika kebutuhan anda telah terpenuhi dengan pergaulan
semacam ini, anda tinggal mempergauli orang macam
Ketiga, orang yang dipergauli sebagaimana penyakit dengan ragam
jenis tingkatan kekuatan dan kelemahannya. Diantara orang macam ini, ada yang
dipergauli seperti penyakit kronis dan ada pula yang seperti penyakit manahun. Itulah
orang yang tidak menguntungkan anda, baik segi agama maupun dunia. Karena itu,
anda pasti rugi dalam segi agama dan dunia salah satunya. Sementara kalau terus
bergaul dengannya, ia akan menjadi penyakit mematikan yang menakutkan.
Adapula yang dipergauli seperti
penyakit gigi geraham yang sangat menyakitkan jika penyakit tersebut hilang,
redalah rasa sakitnya.
Adapula yang harus dipergauli
seperti orang yang sangat bodoh. Tidak baik bila bicara sehingga diambil
manfaatnya. Sebaliknya, tidak baik bila diam sehingga ia mengambil manfaat
darimu. Selain itu ia tidak tahu posisi akan dirinya.
Bahkan, bila berbicara sangat
menohok hati. Ia kagum dan senang dengan kata-katanya. Sementara jika diam, hal itu lebih berat daripada
baling-baling besar yang tak mampu dibawa dan ditarik diatas tanah. Intinya bergaul
dengan orang yang tak terjangkiti kebodohan ialah sebuah keharusan.
Keempat, orang yang jika dipergauli menyebabkan kerusakan. Bergaul dengan
orang macam ini, tak ubahnya seperti makan racun. Kalau racun tersebut cocok
bagi orang yang memakannnya, hal itu sebagai penawar. Namun , kalau tidak,
belasungkawa untuknya. Orang seperti ini amat banyak(semoga Allah tidak
memperbanyak mereka) . Mereka ialah pelaku bid’ah, sesat, dan menolak sunnah
Rasulullah shalallah alaihiwassalam, tetapi mengajak kepada selainnya.
Disarikan dari Taskiyatun Nafs
Dr. Ahmad farid (Ummul Qura, 2014;58-61)