Senin, 24 Oktober 2016

MOTIVASI MENGINGAT KEMATIAN


Orang yang tenggelam dalam kehidupan dunia serta sibuk dengan tipu muslihatnya dan mencintai kesenangannya. Pasti hatinya akan lalai dari mengingat kematian. Tatkala diingatkan pada kematian, ia akan benci dan lari darinya. Orang-orang itulah yang disinyalir Allah dalam firman-Nya :
“Katakanlah,’sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Al-Jumu’ah ; 8).
Manusia yang tenggelam dalam kehidupan dunia serta ada pula yang mulai bertaubat dan mengetahui anugerah. Orang yang tenggelam dalam kesenangan dunia tidak akan mengingat kematian. Kalaupun mengingatnya, hal itu hanya untuk meratapi dunianya dan sibuk mencela kematian. Jenis mengingat kematian yang seperti ini hanya akan semakin menjauhkannya dari Allah.
Sementara orang yang bertaubat, ia akan memperbanyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut (kepada Allah) di dalam hatinya dengan melakukan taubat yang sempurna. Ia membenci kematian, karena ia takut jika kematian mendatanginya sebelum taubatnya sempurna dan sebelum memperbaiki bekal. Jenis membenci kematian seperti ini diperbolehkan. Analoginya, ia seperti orang yang menunda persuaan dengan sang kekasih sampai benar-benar siap bersua dengannya.
Tanda-tanda orang yang bertaubat ialah selalu mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Tidak ada kesibukan lain baginya selain hal itu. Kalau tidak demikian, niscaya ia kan mengikuti orang yang tenggelam dalam keduniaan.
Adapun orang yang mengetahui anugerah, ia akan selalu ingat kematian. Sebab, itulah saat perjumpaan dengan sang kekasih. orang seperti ini biasanya menganggap lambat datangnya kematian. Ia menyukai datangnya kematian agar bisa lepas dari negeri orang-orang berbuat maksiat dan beralih ke sisi Rabb semesta alam.
Abu Hurairah Radhiallahuanhu berkata, Rasulullah Shalallahu alaihiwassalam bersabda :
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan”. (HR. Tirmidzi;IX/187, Az-Zuhdu)
Maksudnya, halangilah kelezatan-kelezatan dunia dengan mengingat kematian, hingga kecenderungan kalian kepada kelezatan-kelezatan tersebut hilang, lantas kalian menghadap Allah Aza Wajala.
Ibnu Umar r.a berkata “ aku pernah mendatangi Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, sebagai orang kesepuluh dari sepuluh orang, lalu seorang dari anshar berkata,’siapa orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Orang yang paling banyak mengingat kematian diantara mereka dan paling siap untuk menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. Mereka pergi membawa kemuliaan dunia dan Akhirat’. (HR. Ibnu Majah 4259).
Allah menjadikan kematian sebagai musibah yang paling besar. Allah Aza Wajala telah menamainya musibah dalam firman-Nya :
“…Lalu kamu ditimpa musibah (bahaya) kematian…” (QS. Al-Maidah : 106)
Hal itu karena kematian merupakan pergantan dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan peralihan dari suatu negeri ke negeri yang lain.
Kematian adalah musibah paling besar. Namun demikian , ada musibah yang lebih besar lagi yaitu melalaikan kematian, berpaling dari mengingatnya, jarang sekali memikirkannya dan meninggalkan amal. Mereka sepakat kematian itu sendiri adalah pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran dan pemikiran bagi orang yang mau berpikir.
Penulis Mukhtasharut tadzkirah berkata” ketahuilah saudara hati yang keras bisa menjadi lunak dan lembut dengan kehendak Allah Aza Wajala karean beberapa hal. Di antaranya ziarah kubur, mendatangi majelis orang-orang shaleh, mendengarkan cerita orang-orang ahli ibadah dan zuhud yang telah lampau, serta mengingat kematian merupakan pemutus kenikmatan, pemisah beberapa golongan setelah kehidupan mereka sejahtera dan anak-anak laki-laki dan perempuan menjadi yatim setelah mereka merasa mulia dengan orang tua mereka.
Ia menambahkan, diantara faedah mengingat kematian juga adalah menjadikan manusia menghidari maksiat sert atidak merasa bahagia terhadap dunia dan merasa ringan dengan cobaan-cobaan yang ada didalamnya.
Renungkalah wahai saudaraku ! orang yang telah divonis hukuman mati lalu diseret untuk dieksekusi, ia tidak memiliki motivasi untuk melakukan maksiat.
Ia sama sekali tidak akan memperhatikan perhiasan dunia dan kesenangan-kesenangannya. Baginya, setiap musibah ia remeh. Hal ini berbeda orang yang panjang angan-angan. Bahkan kondisinya bertentangan dengan hal itu.
Diantara perkara yang bisa melembutkan hati ialah menyaksikan orang-orang yang sedang sekarat, karena melihat kondisi sekarat, pencabutan nyawa dan rasa sakit mereka saat keluarnya nyawa merupakan pelajaran yang sangat besar.manusia dalam waktu dekat, pasti akan mengalami hal serupa. Barang siapa tidak merasa mendapat pelajaran dari orang-orang  mati, nasehat tidak akan berguna lagi baginya.
Al Hasan berkara,”kematian bisa mengekspose kejelekan-kejelekan dunia. Ia tidak meninggalkan rasa gembira bagi orang yang memiliki hati. Seorang hamba tidak akan memfokuskan hatinya untuk mengingat kematian kecuali ketika dunia tampak remeh di depan kelopak mata dan apa yang berada didalamnya tampak hina baginya.”
Ibnu Muthi’ memandangi rumahnya dan terpesona dengan keelokannya. Lalu ia menangis dan berkata,”Demi Allah, andai saja bukan karena kematian, niscaya aku akan bahagia karenamu. Andai saja bukan karena kesempitan kubur yang akan kita tuju, niscaya mata-mata kita akan tenang dengan dunia.”


Disarikan dari Taskiyatun Nafs Dr. Ahmad farid (Ummul Qura, 2014;142-144)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar